Facebook

Selasa, 29 Mei 2012

Cita-Citaku…


“Cita-cita kamu apa, Da?” terngiang kembali pertanyaan ibu guru ketika saya masih duduk di bangku SD. Saat itu dengan yakin dan tersenyum saya menjawab, “Jadi guru”. Entah apa yang membuat saya yakin dan mantap dengan pilihan itu. Mungkin karena profesi ini sangat akrab dalam kehidupan sehari-hari saya.  Ayah saya guru, bibi, paman, kakek, semuanya guru. Rasanya menyenangkan bisa menjadi seperti mereka. Tapi itu dulu… Karena cita-cita itu hanya bertahan sampai saya kelas 3 SMA.

Memasuki masa kuliah, cita-cita saya mulai berubah haluan. Selain karena terinspirasi film Gie yang seorang wartawan, ada tujuan kuat yang mendasari keinginan saya itu. Keinginan itu semakin mantap ketika saya diterima di jurusan Jurnalistik. Gambaran seorang wartawan lebih menyenangkan dan lebih menantang. Pergi ke daerah konflik untuk meliput berita, pergi ke seluruh penjuru dunia, dan pergi ke tempat mana pun yang kita inginkan. Mimpi-mimpi yang indah. 


Sampai akhirnya saya harus mencoba mengubur dalam-dalam mimpi indah itu, selain merasa egois jika terus-menerus mengejarnya, juga ada beberapa alasan yang tidak bisa saya ceritakan. Tapi setidaknya saya pernah merasakan menjadi wartawan yang sesungguhnya meskipun hanya dalam waktu tiga bulan, ditambah kegiatan-kegiatan saya selama aktif di pers kampus. Itu akan jadi pengalaman yang berharga yang tidak akan pernah saya lupakan sampai kapan pun.

Saat ini saya sedang menekuni dan menjalani tahap-tahap menjadi seorang penulis. Ternyata menjadi penulis juga adalah salah satu cita-cita saya yang sudah tertanam sejak kecil. Saya baru ingat waktu SMP pernah berkeinginan menjadi salah satu bagian dari majalah Annida, salah satu majalah islami yang dulunya sangat populer di pesantren saya.  

Menjadi penulis seolah-olah terlihat mudah, tapi tak semudah yang diperkirakan dan tak juga sesulit yang dibayangkan. Minimal mulailah dengan menulis hal-hal yang ringan seperti menulis tentang kehidupan sehari-hari atau cerpen. Bisa juga dengan membuatkan surat cinta atau puisi untuk teman, seperti yang pernah saya lakukan beberapa tahun lalu, tapi sekarang sudah saya tinggalkan, hehe... Sampai akhirnya menulis hal-hal yang lebih serius seperti artikel dan berita.

Menjadi penulis harus memiliki ketekunan, karena menulis pun butuh latihan yang konsisten. Seperti yang tegas dikatakan oleh Harry Edward Neal (1959), “Jangan berharap akan menjadi penulis profesional sekali lagi, profesional dalam waktu singkat.”

Selain ketekunan, tentunya untuk menjadi penulis harus mempunyai modal. Seperti yang dikatakan Asep Syamsul M. Romli dalam bukunya “Panduan Menjadi Penulis”, modal paling fundamental (mendasar) yang harus dimiliki seorang (calon) penulis adalah rajin membaca. Bisa dikatakan, rajin membaca adalah kunci sukses seorang penulis. Jadi, baca...baca…baca…


Begitu kau meninggalkan bangku sekolah. Malah, pelajaran yang sebenarnya baru dimulai, dan untuk itu diperlukan lebih banyak upaya, energi, dan belajar daripada sebelumnya jika ingin kesuksesan mendatangimu.
_The Lessons_

(AKLmn, 29 Mei 2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan berkomentar dan meninggalkan jejak :)