Facebook

Senin, 14 Oktober 2013

Wanita Karier Harus Diingatkan Untuk Menikah

Tema tentang pernikahan sedang hangat-hangatnya dibahas di ‘dunia kecil’ saya: di rumah, kantor, antarsahabat, antarteman, komunitas, sosial media de el el. Saya yang sudah distempel usia yang katanya ‘sudah harus’ memikirkan tentang pernikahan mau tak mau akhirnya kepikiran juga. Awalnya ini seperti adaptasi yang dipaksakan. Apalagi jika obrolannya memicu perdebatan terutama menyangkut usia, karier dan kemapanan. Saya pun berusaha membiasakan hingga akhirnya kunjung terbiasakan.

Maka, dari obrolan yang biasa hingga ngalor-ngidul itulah saya jadi menyimpulkan, “Yang membuat perempuan menunda pernikahan adalah karier. Sedangkan, yang membuat laki-laki menunda pernikahan adalah kemapanan”. Quote ini berdasarkan pengamatan saya terhadap orang-orang di sekitar saja. Tanpa maksud untuk menggeneralisir. Tentunya bisa saja salah, bisa saja benar. Jadi tak perlulah ada perdebatan, hehe ….

Wedding

Sedikit bercerita. Dua tahun yang lalu ketika saya masih bekerja di penerbitan buku di Jakarta, bos saya yang seorang perempuan tiba-tiba membahas tentang pernikahan di sela-sela doa pagi yang rutin diadakan sebelum kami mulai bekerja. Saya lupa lagi dialognya, tapi dia mengingatkan kami terutama bawahannya yang perempuan untuk segera menikah. Dari obrolannya itulah saya baru menyadari ternyata eh ternyata rekan-rekan kerja saya yang perempuan satu pun belum ada yang menikah. Wow. Padahal usia mereka rata-rata sudah lebih dari 25 tahun bahkan ada yang sudah mau kepala tiga. Satu-satunya perempuan yang sudah menikah ya hanya bos saya itu.

Kamis, 29 Agustus 2013

Tommy, Donny, Donna dan Bella


Tommy, Donny, Donna dan Bella. Sekilas nama-nama itu cukup familiar di telinga kita. Memang mirip dengan nama-nama artis ibukota: Tommy Kurniawan, Donny Damara, Donna Agnesia, dan Bella Saphira. Tapi sebenarnya nama-nama itu adalah nama keempat kucing di rumah, nama pemberian dari adik-adik kecil saya yang imut-imut sekaligus amit-amit.

Photobucket

Awalnya saya sempat protes dengan nama-nama yang tidak kreatif itu. Sayangnya keempat kucing itu suka, bahkan manut kalau mereka dipanggil. Terutama si Bella, tiap adik saya manggil Bel ... Bel ....’ tuh kucing nyamperin sambil loncat-loncat kegirangan. Selain itu, saya juga kalah jumlah 1:6 dengan adik-adik perempuan saya, terpaksa saya pun harus membiasakan diri memanggil mereka dengan nama-nama yang gak banget itu. Dan akhirnya ya terbiasa.

Dari atas: Donny, Tommy, Bella, dan Donna

Keempat kucing itu sebenarnya tidak punya hubungan darah satu sama lain. Kecuali Tommy dengan Donny, lahir dari rahim kucing yang sama tapi dengan bapak dan waktu yang berbeda. Jadinya satu sama lain gak ada yang akur. Tiap hari tiada hari tanpa adegan Tom and Jerry. Heran ya, padahal mereka sudah lama tinggal satu atap. Yang paling kasihan itu si bungsu Bella, secara dia kucing kecil yang hobinya main. Akhirnya, saya dan adik-adik saja yang suka nemenin Bella main. Kalau kami sibuk dengan kegiatan masing-masing, saking gak punya teman, akhirnya Bella berteman akrab dengan ayam kecil milik Uwa. Hohoho... kebayang kan rumah saya hampir mirip kebun binatang. Dan FYI, baru kemarin adik-adik saya beli hamster, eh katanya sih dikasih temannya bapak, gak tanggung-tanggung empat ekor sekaligus. Padahal hamster kan makanan kucing juga.
milkysmile

Seperti kata pepatah, tak kenal maka ta’aruf (hihihi...), jadi biar saya ga nyerocos tentang kucing-kucing saya terus, lebih baik kenalan dulu lah sama kucing-kucing saya itu. Biar nantinya jadi sayang. Terutama untuk teman-teman saya yang anti kucing, dan menganggap makhluk paling lucu sedunia ini sebagai makhluk paling menyeramkan dan menakutkan:


Rabu, 31 Juli 2013

Lady’s First?


Jam tepat menunjuk ke angka lima. Saya cepat beres-beres, lalu pamit pada semua orang di kantor, dengan alasan yang klasik ‘Duluan ya, takut ketinggalan DAMRI nih’. Jika saya sedang beruntung mereka hanya akan tersenyum sambil berkata ‘Hati-hati di jalan’. Tapi, jika saya kurang beruntung, saya akan tertahan beberapa menit dengan runtutan pertanyaan.
 “Memang gak pulang ke kosan, Da?”
“Gak, ada perlu. Jadi harus pulang.”
“Mau ngapain gitu?”
Ngapain aja we (dalam hati)
“Terus besok ngantor?”
Ih kepo (dalam hati)
“Terus ...?”
“Terus ...?”
Ih kepo (dalam hati)
Ih kepo (dalam hati)

*Just kidding*