Facebook

Selasa, 31 Agustus 2010

Cikapundung Muntah, Banyak Limbah



Ayi Vivananda mengatakan sungai Cikapundung akan menjadi embrio sungai bersih di kota Bandung, menyusul komitmen Pemda untuk membersihkan seluruh sungai dari sampah dan limbah di Bandung. Keterlibatan banyak pihak membuat Wakil Walikota kota Bandung ini cukup optimis program ini bisa terealisasikan dengan baik.

“Langkah ini akan diwujudkan dengan melakukan pengerukan sedimentasi di 11 titik sungai Cikapundung dan melakukan embrio sungai bersih sepanjang 3 km disungai Cidurian (anak sungai Cikapundung) untuk menyebarkan 100.000 ekor ikan,” katanya usai rapat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Auditorium Rosada, Kamis (26/8)

Penanganan pencemaran sungai Cikapundung memang tidak mudah. Ada dua hal yang menjadi penyebab utama rusaknya kualitas sungai Cikapundung yaitu sampah dan limbah domestik. Berbicara mengenai sampah dan limbah domestik ini tentunya tidak bisa terlepas dari peran masyarakat yang tinggal disekitar bantaran sungai Cikapundung.


Berdasarkan data dari Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya tercatat dari 66 RW, 15.469 Kepala Keluarga, 66.535 jiwa, hanya 1000 rumah yang mempunyai sanitasi. “Perdetiknya itu setiap rumah membuang 61 liter limbah rumah tangga ke sungai seolah-olah Cikapundung sebagai septitank raksasa,” kata Kepala Seksi Peremajaan dan Pengembangan Kota Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya, Sumpena Hikall.

Bukan itu saja. Pemukiman penduduk dibantaran sungai yang makin menjamur sekitar 45 jiwa per meter persegi, ini artinya kepadatannya sangat tinggi sekali. Ironis memang, disatu sisi mereka butuh tempat tinggal, tapi disisi yang lain keberadaan mereka menambah pencemaran Cikapundung semakin besar karena terbiasa membuang sampah disungai.

Sumpena mengklaim bahwa Distarcip belum pernah memberikan izin pada penduduk yang mendirikan bangunan liar di sempadan sungai. “Untuk bangunan-bangunan yang disempadan sungai sebenarnya bukan wewenang kami tapi wewenang Dinas Bina Marga dan Pengairan,” katanya.

Sementara itu, jika mengacu Perda 3 yang menjelaskan batas-batas bangunan di daerah sungai adalah tiga meter dari tepi sungai dan harus menghadap ke sungai. Secara tidak langsung berarti banyak bangunan di bantaran sungai yang menyalahi aturan Perda tersebut.

“Kami merasa tidak pernah memberikan IMB untuk bangunan di bantaran sungai yang melanggar itu, kalaupun ada kami tidak pernah dilibatkan dalam pembuatan izin itu,” kata Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Aliran Sungai Dinas Bina Marga dan Pengairan, Dede Taryana di kantor dinasnya.

Dede mengaku sulit bertindak tegas terhadap penduduk yang mendirikan rumah tidak sesuai dengan Perda 3 karena rumah-rumah tersebut sudah terlanjur menjamur, sehingga sebelum adanya penegasan harus ada solusi yang tepat untuk warga sekitar. “Kan ini juga berhubungan dengan sisi manusiawi,” katanya.

Polemik yang terjadi justru bermunculan karena tidak adanya ketegasan terhadap bangunan-bangunan yang melanggar tersebut. Semua pihak dirugikan, termasuk warga yang mendirikan bangunan liar dibantaran sungai yang kerapkali ditimpa banjir dan bencana-bencana lainnya.

Apalagi pencemaran untuk tengah dan hilir sungai Cikapundung berdasarkan PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air sudah pada tingkat pencemaran sedang. “Jika ini dibiarkan terus-menerus dan warga tetap membuang sampah ke sungai maka beberapa tahun kedepan pencemaran sungai akan meningkat, bisa jadi pencemaran berat seperti sungai Citarum,” kata Kepala Bidang Rehabilitasi Lingkungan Hidup, Ayu Sukenjah.

Selain itu, dilihat dari kualitas air, kata Ayu, sungai Cikapundung berada di kelas empat, artinya air sungai hanya cocok digunakan untuk menyiram tanaman saja. “Ini adalah kualitas air terendah menurut SK Gubernur,” katanya.

Pakar Lingkungan dari ITB, Enri Damanhuri mengatakan, sungai Cikapundung melewati kota yg padat sehingga ada perluasan pemukiman yang seharusnyaa tidak diperbolehkan. Apa wacana rumah susun seperti di Jakarta akan efektif di Bandung? “Jelas ini perlu pemikiran yang panjang,” katanya.

Enri menilai saat ini yang bisa dilakukan adalah harus ada wacana dari pemerintah untuk meningkatkan sanitasi agar warga tidak membuang limbah domestik langsung ke sungai. Dari semua limbah baik padat maupun limbah cair hanya 60 persen yang masuk ke Bojong Soang, sisanya yang 40 persen masuk ke sungai.

“Air buangan rumah tangga kontribusi pencemarannya tinggi hampir sama dengan sampah. Saya perkirakan satu persennya itu sebanyak sepuluh ton perhari masuk kesungai, satu ton saja itu menghasilkan BOD hampir satu setengah toh perhari,” kata Enri.

Masalah pencemaran sungai Cikapundung memang bukan hanya jadi Pekerjaan Rumah (PR) Pemerintah Kota Bandung saja. Perlu adanya kerjasama dengan Pemerintah Bandung Barat dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Serta semua elemen masyarakat perlu dilibatkan dan berperan secara aktif dalam menanggulangi pencemaran ini.

(AKLmn, 31 Agustus 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan berkomentar dan meninggalkan jejak :)